Percaya ga sih, waktu pertama kali bertemu dengan suami, kami berdua sudah membahas mau menikah di tanggal berapa. Dia bertanya, rencana saya menikah di tanggal berapa. Saya ajukan tanggal keinginan saya dan suami juga mengajukan tanggal preferensinya. Seingat saya, saat itu kami bahas cukup serius, dengan masing-masing mengeluarkan senjata kenapa tanggal preferensi pihak masing-masing harus menang. Sebenarnya saat itu saya asal lempar tanggal dan bulan favorit saya, karena masih berpikir, "Emang jodoh?"
Singkat cerita, tanggal yang diajukan suami akhirnya dipilih. Tanggal 20 Februari 2020. Alasan suami adalah karena itu tanggal cantik, 20 02 20. Iya, deh, iya... Tanggal tersebut jatuh di hari Kamis. Sisi positifnya, kemungkinan untuk rebutan gedung agak berkurang (walaupun kalau di daerah kampung tanah Batak sana, pesta pernikahan itu tidak mengenal hari, saudara-saudari sekalian). Sisi negatifnya, harus mengajukan cuti yang lebih panjang karena bukan akhir pekan.
Tanggal untuk pemberkatan dan prosesi adat Batak sudah aman, sudah dipilih berdasarkan tanggal cantik di tahun 2020. Tanggal untuk resepsi pernikahan? Hohoho saya pilih berdasarkan hari libur di tengah minggu. Tadinya saya berharap selisih antara waktu pemberkatan dengan waktu resepsi hanya satu pekan. Tapi kenyataannya jadi selisih....... satu bulan 😅. Tidak masalah kalau jedanya cukup lama, yang penting di tengah minggu sebelum resepsi ada hari libur keagamaan yang bisa membantu mengurangi jatah cuti.
Tanggal sudah ketemu. Venue untuk di Balige juga sudah diamankan sesuai dengan tanggal yang diinginkan. Venue untuk di Palembang? Dalam nama Yesus aja. Udah pasrahin aja, kakaaak... Karena petualangan saya mencari venue dan wedding organizer inilah yang membangunkan Bridezilla dalam raga. Cerita detilnya di post terpisah, ya! Terutama karena mendadak ada pandemik Covid-19.
Tetap di rumah dan jaga kesehatan.