Sebagai individu yang menyukai tantangan alias seneng ngeribetin diri sendiri, saya menantang diri sendiri untuk mengadopsi sebuah sukulen. Alasan saya memilih sukulen dikarenakan ukurannya yang mungil sehingga tidak makan tempat, dan perawatannya yang (katanya) termasuk mudah karena sesuai dengan habitat aslinya di Afrika Selatan, P. afra menyukai iklim yang kering, suhu yang panas, matahari terik, dan air hujan.
Portulacaria afra alias Elephant's Bush alias Elephant's Food alias Dwarf Jade Plant alias Spekboom, ini saya beri panggilan Afra. Untuk ukurannya yang mungil, P. afra ini ternyata memiliki banyak nama alias. Namun yang paling identik adalah Elephant's Bush atau Elephant's Food, karena memang P. afra merupakan makanan hewan gajah. Selain sebagai makanan bagi gajah, kura-kura, dan kambing, daun-daun P. afra juga merupakan penambah kelezatan kuliner di area selatan Afrika yang sering ditambahkan ke dalam sup, salad, dan kuah rebus-rebusan. Hmm.. I think I'd do more research before I put it into my soup.
Saya belum paham mengenai sukulen, jadi saya belum bisa menyatakan apakah semua sukulen sama tangguhnya dengan Afra atau tidak. P. afra bisa menoleransi kekeringan, sehingga saya hanya perlu menyiramnya satu kali seminggu jika cuaca sedang normal, atau dua kali seminggu jika cuaca sedang sangat panas. Selain kekeringan, P. afra juga ternyata dapat menoleransi overwatering alias penyiraman yang terlalu cepat atau sebelum media tanam benar-benar mengering. Jika Afra merasa kekurangan air, ia akan meranggas. Namun ketika ia telah mendapatkan pasokan air yang cukup, daun-daun baru akan tumbuh dengan cepatnya. Demikian pula halnya dengan pruning. Ketika daun atau cabangnya dipotong, ia akan dengan cepat menumbuhkan daun atau cabang baru. Makanya ketika saya disarankan oleh nursery tempat saya mengadopsi Afra untuk memotong cabangnya yang berjamur, saya ikhlas-ikhlas saja.
Eh? Berjamur?
Iya, Afra sempat sakit setelah kurang-lebih dua minggu saya adopsi. Bermula dari kecurigaan saya dengan jumlah daun Afra yang rontok. Semakin hari, semakin banyak. Kesenggol dikit, rontok. Diangkat untuk dipindah, rontok. Akhirnya saya amati fisiknya dan baru menemukan serabut-serabut putih di salah satu batangnya. Saya foto dan kirimkan ke nursery Afra untuk meminta saran apa yang harus saya lakukan. Nursery pun meminta saya untuk memotong saja cabang yang berjamur, meletakkan Afra di luar rumah namun tetap dalam naungan, dan melakukan penyiraman tiga hari sekali.
Siap, laksanakan.
Setelah ranting Afra saya potong, daun-daun yang rontok pun semakin berkurang dan sudah mengarah ke normal. Dari sini saya belajar bahwa ternyata jenis sukulen tidak memerlukan misting atau spraying. It's a big NO-NO for them. Padahal dulu saya bisa spray si Afra satu-dua kali dalam seminggu. Rupanya inilah yang menyebabkan batangnya berjamur, karena sukulen baiknya hanya disiram media tanamnya saja. Selain dapat meninggalkan bekas air di daun beberapa jenis sukulen, hal ini juga dapat menyebabkan jamur atau busuk batang. Pelajaran berharga untuk saya yang masih sangat newbie dalam hal pertanaman.
It's okay, experience is indeed the best teacher.
Berhubung tanaman di rumah sudah cukup banyak dan saya takut keteteran, jadi saya berkomitmen, dan meminta suami untuk ngingetin saya juga, supaya berhenti dulu mengadopsi beragam tanaman. Tapi... tidak boleh mengadopsi bukan berarti tidak boleh belajar propagasi toh?