#yoandynikahin: Batal Resepsi?

Minggu, Juni 27, 2021

And it didn't feel like the end of the world...

Berhubung saya dan suami adalah pengantin angkatan Covid-19, jadi resepsi pernikahan kami yang seharusnya diselenggarakan di bulan Maret 2020 lalu pun ditunda. Seiring berjalan waktu, ternyata our wishful thought belum dapat tercapai, dan Covid-19 malah menjadi pandemi di seluruh dunia. Sampai akhirnya pemerintah menciptakan istilah 'protokol kesehatan' dan kehidupan mulai mempelajari dan menerapkan si protokol kesehatan ini, hingga akhirnya resepsi pernikahan kami yang tertunda akan diselenggarakan di bulan Juni 2021.

Lama ya? Iya. Banget.

Sejujurnya saya sendiri sudah terbagi antara ingin tetap menyelenggarakan resepsi atau tidak. Tapi setiap kali teringat setumpuk souvenir nikahan di rumah orang tua, saya menghela nafas. Perasaan saya bercampur, mulai dari bingung akan dikemanakan souvenir-souvenir tersebut jika resepsi memang batal, sedih karena teringat perjuangan masa lalu menyisihkan pemasukan demi resepsi, dan kecewa karena saya kepingiiiin sekali kerja sama dengan vendor fotografer yang sudah saya book lama. Bahkan sudah satu tahun lebih menikah, saya belum mencetak dan memajang foto pernikahan di dinding rumah kami, saking saya kepinginnya potret yang dipajang adalah hasil dari fotografer tersebut. Sentimental.

Tapi keluarga dan suami pun menyerahkan keputusan ke tangan saya. Mau dibatalkan, tidak masalah. Mau diteruskan, juga tidak masalah. Akhirnya dengan prinsip 'toh sudah kepalang tanggung', bulan Maret 2021 kami kembali meeting dengan WO, dan diputuskanlah satu tanggal di bulan Juni 2021.

Senang? Ternyata nggak juga. Cemas malah. Saat itu saya hanya berdoa agar sekeluarga sehat-sehat semua dan pandemi dapat terkendali, sehingga resepsi pernikahan kami bisa tetap berjalan. I just want days to fly so I could finally be free from the whole wedding reception things.

Manusia boleh berencana. Tuhan yang tetap pegang kendali.

Awal bulan Mei 2021, bapak (papa mertua saya) meninggal dunia. Beberapa hari kemudian saya langsung memutuskan untuk membatalkan rencana resepsi pernikahan kami. WO kami, yang cukup komunikatif namun sayangnya sangat slow respond, pun sudah menyetujui pembatalan acara dan akan mengembalikan dana yang sudah kami lunasi. Entah mengapa saya sendiri belum mulai mengerjakan revisi undangan, sehingga undangan terbaru pun memang belum disebarkan. Saya nggak kepikir akan bagaimana kondisinya jika undangan sudah disebar.

Rencana Tuhan memang yang terbaik. Di pertengahan bulan yang sama, papa saya pun dipanggil Tuhan. Di masa berduka itu, saya lagi-lagi bersyukur Tuhan sudah meyakinkan dan menguatkan saya untuk membatalkan rencana resepsi kami. Karena saya tidak yakin dapat tersenyum di pelaminan selama dua jam penuh, sementara bapak dan papa baru saja berpulang.

Tentu saja ada kerugian materiil yang menjadi imbasnya. Namun tidak selamanya segala sesuatu dapat diukur dengan materiil toh? Contohnya ketenangan dan keikhlasan hati, yang saya tidak yakin bisa saya dapatkan jika saya tetap kekeuh menyelenggarakan resepsi.

Lantas bagaimana nasib tumpukan souvenir tersebut? Puji Tuhan, dulu saya desain souvenirnya tanpa nama dan tanggal pernikahan kami. Tujuannya memang agar terkesan timeless dan tidak terlihat seperti souvenir pernikahan. Jadi... sekarang saya sudah ikhlas untuk melepaskan souvenir-souvenir tersebut dan akan mengunggahnya di lapak saya di salah satu e-commerce. Hahaha... Semoga lekas terjual dan dapat bermanfaat bagi pengantin lainnya. Amin.

Dengan dipublikasikannya tulisan ini, berarti serangkai rubrik #yoandynikahin pun selesai! Sembari mengetik ini, sempat terlintas pikiran, "nanti ketika saya hamil, apakah rubriknya akan berganti nama menjadi #yoandyhamilin?" Kok kesannya konotatif sekali, ya? Hahaha tapi nanti akan saya pikirkan lagi seiring berdiskusi dan berikhtiar dengan suami.

Sekarang saya mau browsing inspirasi hiasan dinding dulu 😉

*

Photo by Brandi Ibrao on Unsplash

You Might Also Like

0 komentar

Thank you for spending your time here. Constructive criticism, question, occasional compliment, or a casual hello are highly appreciated.