Perjuangan mengurus administrasi sebagai warga negara yang taat hukum dan peraturan dengan memiliki KTP dan KK sesuai domisili kembali berlanjut. Klik di sini untuk membaca bagian sebelumnya yaa...
Kedua: Lapor ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil domisili baru
Saya angkat topi untuk usaha Disdukcapil Kota Depok dalam mempermudah proses administrasi warganya selama pandemi Covid-19 ini. Saat saya ulik situs mereka, di situ dicantumkan beragam kontak yang bisa dihubungi via Whatsapp dan dikategorisasi berdasarkan jenis pelayanan. Bahkan pindah-datang dan pindah-keluar saja kontaknya dipisah. Salut.
Sebelum saya menghubungi kontak pindah-datang, saya sudah menyiapkan scan dokumen-dokumen yang sekiranya diperlukan berdasarkan hasil googling, seperti scan KTP, surat pindah-keluar domisili, dan akta nikah baik untuk saya dan suami. Ketika saya menghubungi kontak pindah-datang, untuk ukuran admin kontak satu kota, responnya terbilang cepat loh. Saya langsung diberikan list berkas yang perlu saya kirimkan softcopy-nya ke nomor tersebut. Setelah saya kirimkan semua, admin langsung memproses dan memberikan tanggal dan jam saya diharapkan bisa datang ke kantor Disdukcapil Kota Depok untuk proses lebih lanjut.
Sekitar 3-5 hari kerja kemudian, saya dan suami sudah berada di Disdukcapil Kota Depok. Akibat pandemi Covid-19, saat itu proses administrasi tidak berlangsung di dalam gedung. Jadi para pemohon menunggu di area plaza gedung, sedangkan para petugas FO berinteraksi dengan pemohon melalui loket ala kadarnya yang aslinya merupakan jendela. Di situ saya tidak sampai mengantri lama. Hanya menunggu dua nomor antrian, lalu diukur suhu badan dan didata, kemudian langsung menuju loket untuk mengambil berkas yang berupa pengantar ke kelurahan domisili baru kami. Selain itu, KTP milik saya dan suami pun digunting salah satu sudutnya untuk menandakan bahwa KTP tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Selesai. Hahaha... Lebih lama cari parkirannya.
Karena kami tidak menyangka selesainya lebih cepat, jadi kami langsung menuju ke kelurahan yang letaknya dekat dengan rumah kami. Nah di sini lagi-lagi kami dipertemukan dengan petugas-petugas yang menguji kesabaran. Apakah semua petugas kelurahan seperti itu? Hmm?
Ketiga: Membuat Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga baru
Sesampainya di kantor kelurahan, kami harus celingak-celinguk dulu karena ruangan petugasnya kosong. Oh, ternyata lagi ngaso di parkiran.
Petugas FO membaca surat pengantar dari Disdukcapil tadi dan langsung memberikan tiga lembar formulir pada kami. Formulir pertama, ukurannya lebar, seukuran A3. Ini merupakan formulir data untuk membuat Kartu Keluarga baru. Formulir selanjutnya, ukuran A4 normal, merupakan formulir permohonan membuat KTP baru. Tiap lembarnya terdiri dari data diri pemohon dirangkap dua, sehingga yang satu bisa menjadi bukti pengambilan KTP baru nantinya.
Seluruh formulir tersebut harus diisi dan ditandatangani oleh pemohon, Ketua RT, Ketua RW, dan Lurah. Di sini bagian cukup seru sih, karena ada pihak yang menawarkan jasa untuk membantu kami menyelesaikan seluruh proses administrasi tersebut dengan tanda terima kasih sebesar tiga ratus ribu Rupiah. Ya tentu saja saya tolak. Kombinasi antara kesal, medit, dan tidak mau KKN. Lagipula sedari awal saya sudah mengerjakan secara murni, bagian susahnya sudah terlewati, kok tinggal selangkah lagi malah ketemu yang begini. Idealismenya tersulut, bund~
Anyway, akhirnya kami pantengin satu-satu tuh.. dari mulai nungguin Ketua RT pulang kantor sampe malem, dapet tanda tangan beliau. Lanjut mencari rumah Ketua RW yang ternyata dekat juga dari rumah tapi kami sempat nyasar. Setelah dapat tanda tangan beliau, langsung meluncur lagi ke kantor kelurahan, dan sempat kecewa karena petugas FO-nya pergi rapat di Balai Kota. Jadi kami pulang dong. Besoknya baru ke kelurahan lagi, sekadar nyerahin semua formulir dan KTP lama kami. Udah deh, tinggal menunggu kurang-lebih 10 hari kerja untuk KTP dan KK baru kami.
Keempat: Akhirnya!
Menurut Disdukcapil Kota Depok, setiap kantor kelurahan diwajibkan menyantumkan kontak yang dapat dihubungi terkait proses administrasi warga. Sayangnya, di kelurahan tempat saya mengadu nasib memang dicantumkan nomor, tapi tidak ada Whatsapp-nya dan kalau dihubungi jarang dijawab.
Sepuluh hari kerja selanjutnya, kami kembali lagi ke kelurahan tersebut untuk mengambil KTP dan KK yang dijanjikan. Menurut salah satu petugas FO, KTP dan KK atas nama kami sudah selesai dari beberapa hari lalu, namun sudah ada perwakilan RT yang mengambilnya dan belum menyerahkan ke Ketua RT kami. Ribet ya, bund~
Akhirnya kami hampiri alamat si ibu yang memegang KTP dan KK kami. Untungnya rumahnya sangat dekat dan sang ibu sudah berbaik hati mendaftarkan nama kami sebagai calon pemilih di Pilkada. Ada hikmahnya toh... KTP dan KK baru sudah di tangan, status sebagai pemilih Pilkada pun aman.
*
Pada akhirnya, memang kita masih hidup di negara nun jauh dari keinginan untuk maju, bersih, dan tersistemasi. Tapi saya percaya, nggak lama lagi semuanya akan menjadi jauh lebih baik. Tiap putus asa, inget-inget aja bagaimana barbarnya dulu penumpang KRL dibandingkan dengan saat ini. Sabar ya, Indonesia. Sabar juga, masyarakatnya... Maju yuk, bisa yuk...*
*this sentence may or may not contain some sarcasm.