Mengurus Administrasi Kematian

Senin, Juli 19, 2021

Ketika papa meninggal, saya tidak menyangka untuk mengurus administrasi kematian saja begitu ribet dan belibetnya. Ibaratnya, saya belum sempat lega berduka namun sudah harus dipermainkan lagi emosinya oleh birokrasi. Sedihnya (dan malunya), saya saat itu masih menjadi bagian dari birokrasi.

Informasi yang saya dapat dan akan saya jabarkan di sini merupakan pengalaman saya mengurus administrasi kematian di Kota Palembang.

1. Surat Kematian

Surat ini berupa formulir yang berisikan data diri almarhum/ah. Jika meninggal di rumah sakit, maka rumah sakitlah yang akan membuatnya. Jika meninggal di rumah, maka Ketua RT yang akan membuatnya. Surat Kematian ini akan diperlukan di setiap proses administrasi lainnya, jadi saran saya ketika sudah didapatkan, langsung fotokopi secukupnya dan legalisir.

Saat itu saya mengurus Surat Kematian di rumah sakit dan langsung saya fotokopi dan legalisir sebanyak 10 lembar. Prosesnya sebenarnya cepat, tidak sampai satu jam. Tapi sumber daya manusianya yang menguji kesabaran. Tapi saya sempat tersentuh ketika salah satu ibu-ibu karyawannya memberikan Surat Kematian saya yang sudah dilegasir sembari berkata, "Mbak, turut berdukacita, yang sabar-sabar ya..."

Terima kasih, Bu! Semoga Ibu selalu dalam keadaan sehat.

2. Surat Kematian dari Lurah

Begitulah birokrasi. Surat Kematian dari rumah sakit sudah ada, sudah dilegalisir, resmi, terdaftar... tapi masih perlu Surat Kematian dari Lurah. Untuk mendapatkannya, perlu pengantar dari Ketua RT domisili almarhum/ah. Saya tidak tahu apakah di kelurahan tempat orang tua saya tinggal saja yang bertele-tele, atau semuanya seperti itu. Saat itu saya harus menyiapkan berkas berupa: fotokopi Surat Kematian yang sudah dilegalisir dari rumah sakit, fotokopi KTP dan Kartu Keluarga almarhum papa, serta fotokopi bukti pembayaran PBB terbaru.

Lucu.

Anyway, syarat sudah selesai. Akhirnya Surat Kematian dari Lurah sudah ditangan. Oh, dan dilegalisir juga tentunya. Prosesnya? Satu hari penuh. Itu pun kami harus bayar PBB dulu meskipun PBB kami jatuh tempo di bulan September 2021, sedangkan tahun 2020 pun kami sudah membayar.

Seperti tadi saya bilang... lucu.

3. Surat Ahli Waris dan Pernyataan Ahli Waris

Langkah ini perlu dilakukan untuk mengurus administrasi akun-akun resmi milik almarhum/ah, misalnya untuk penutupan rekening bank, mengurus santunan duka, pindah akun gaji, asuransi, cicilan, hutang-piutang, dan sebagainya. Sebelum mulai mengurus, di salah satu surat akan diperlukan tanda tangan dari dua orang saksi yang bukan anggota keluarga inti dari almarhum/ah. Saran saya, tentukan dulu siapa yang akan menjadi saksi dan persiapkan fotokopi KTP kedua orang saksi ini. Tenang saja, mereka tidak perlu ikut mengurus kok, hanya menandatangani saja.

Surat-surat ini diproses di Kantor Kelurahan dan Kecamatan. Lagi-lagi diperlukan beragam dokumen yang menurut saya "aneh": surat pengantar dari Ketua RT, fotokopi KTP almarhum/ah, fotokopi KTP keluarga inti almarhum/ah, fotokopi KTP saksi, fotokopi Kartu Keluarga, fotokopi surat kematian, dan fotokopi PBB. Saya hanya menghela nafas.

Di Kelurahan, mintalah format surat yang harus dibuat. Setelah itu kita tik dan cetak sendiri surat-suratnya, tanda tangan bermaterai, lalu setelah kita tandatangani, serahkan kembali ke Kelurahan untuk ditandatangani Lurah.

Setelah selesai dari Kelurahan, surat-surat tersebut dibawa ke Kecamatan untuk ditandatangani. Lucunya, di sini saya lagi-lagi diminta persyaratan yang sama persis dengan saat di Kelurahan. Saran saya, selalu bawa file folder yang berisi semua berkas yang sekiranya diperlukan, jadi tidak perlu bolak-balik cari tempat fotokopian.

Proses ini memakan waktu satu hari penuh. Plus: biaya seikhlasnya yang diminta oleh petugas yang melegalisir di Kantor Kecamatan.

Wow.

3. Akta Kematian

Berdasarkan hasil googling, saya terinfokan bahwa pelayanan Disdukcapil Kota Palembang dilakukan secara online melalui Whatsapp. Sayangnya, untuk mendapatkan kontak admin bagian akta kematian saja sulit dilakukan... ini dengan kondisi saya yang melek internet loh. Saya dapat tiga nomor narahubung. Saya chat nomor pertama, tidak dibalas. Beberapa jam kemudian saya chat nomor kedua, masih tidak ada respon. Saya coba lagi chat ke nomor terakhir sembari menghubungi admin akun Instagram Disdukcapil cabang Mal Pelayanan Publik Kota Palembang. Keesokan harinya, admin akun IG yang lebih dahulu menjawab dan menginfokan berkas yang diperlukan untuk mengurus akta kematian. Karena berkasnya sudah siap, jadi saya langsung saja pergi ke MPP Kota Palembang, saat itu kira-kira pukul 8 pagi... dan ternyata, zonk, saya tidak bisa mendapatkan pelayanan.

Lucunya, berdasarkan informasi dari security, pelayanan per harinya dibatasi untuk antisipasi kerumunan. Sehingga saya harus kembali besok untuk mendapatkan nomor antrian. Jadi saya tanya, kalau pukul 8 pagi saja saya sudah tidak dapat nomor antrian, jam berapa saya perlu datang besok?

Jam 6.30 WIB.

Iya.

Drama saat mengurus administrasi Kartu Keluarga saya kembali terulang.

Bayangkan betapa uniknya pelayanan dibatasi dengan alasan meminimalisir penumpukan, sedangkan pengguna layanan diminta untuk mengantri sedari pagi hanya untuk mendapatkan nomor antrian. Tidak logis sih menurut saya. Nggak tahu ya kalau menurut para pengambil keputusan...

Anyway, saya tidak pulang dengan tangan hampa kok. Formulir pembuatan Akta Kematian boleh difotokopi dan diisi terlebih dahulu. Syukurnya saat itu juga tiba-tiba salah satu narahubung yang saya kontak kemarin membalas chat saya dan mengatakan kalau kontak narahubungnya sudah diganti (!!!) dan ia memberikan kontak barunya.

Kontak admin Akta Kematian yang terbaru merespon cukup cepat. Saya diminta untuk mengirimkan softcopy berkas berupa:

  • Formulir pembuatan Akta Kematian
  • Surat Kematian dari rumah sakit
  • Kartu Keluarga almarhum papa
  • KTP almarhum papa
  • KTP pelapor (bebas, saya menggunakan KTP mama)
  • KTP dua orang saksi (bebas, saya menggunakan KTP saya dan saudara saya)

Karena berkas saya pun memang sudah lengkap (iya, selain berkas fisik yang saya fotokopi dan rapikan, saya juga langsung membuat softcopy dokumen-dokumen tersebut begitu saya terima), jadi saya langsung kirimkan ke Whatsapp adminnya dan langsung diproses kurang-lebih tujuh hari kerja.

Sayangnya, ternyata saat pengambilan Akta Kematian, berkas-berkas fisik masih perlu dibawa fotokopinya untuk dicek ulang... yang lucunya lagi, ternyata tidak diperiksa oleh petugas di loket pengambilan.

Jadi demikianlah kisah mengurus administrasi kematian yang disyaratkan oleh pemerintah. Banyak sekali keunikan (atau kelucuan) yang mengundang sarkasme dan menguji kesabaran. Sampai saya beberapa kali berujar, "Bapak saya udah mati aja masih dipersulit ya..."

Rekapitulasi

Supaya tidak perlu scroll kembali ke paragraf-paragraf sebelumnya, berikut adalah dokumen-dokumen yang diperlukan dalam mengurus administrasi kematian:

  • Surat pengantar RT is a must
  • Fotokopi KTP almarhum/almarhumah
  • Fotokopi KTP keluarga inti almarhum/almarhumah (istri/suami/anak)
  • Fotokopi Kartu Keluarga (keluarga inti)
  • Fotokopi surat kematian dari RS/RT yang dilegalisir
  • Fotokopi bukti pembayaran PBB terbaru
  • Materai (kalau masih punya stok yang 6000, boleh dipakai dua lembar kok)

Saran:

1. Kategorisasi

Siapkan satu file folder khusus, kalau bisa yang plastik, jangan yang bentuk map biasa supaya dokumen tidak cepat rusak atau remuk saat dibawa-bawa. Setelah itu kumpulkan dokumen penting milik almarhum/ah, seperti KTP, kartu ATM, kartu kredit, surat deposito, buku rekening, kartu pegawai/pensiun, dan lainnya di dalam file folder ini.

Scan terlebih dahulu dokumen milik almarhum/ah, baru yang milik keluarga inti. Seingat saya untuk keluarga inti hanya perlu KTP dan Kartu Keluarga (jika sudah pisah Kartu Keluarga dengan orang tua. Setelah itu, setiap file yang sudah di-scan, beri nama sesuai dokumennya. Contoh: KK Taylor Swift, KTP Taylor Swift, dan seterusnya. Kenapa? Biar lebih mudah saat mencari dokumen yang diperlukan. Selain itu, ini juga membantu petugas yang mengurus softcopy kita. Bayangkan kalau ada ratusan orang yang mengirim ke petugas tersebut dan tidak diberi nama dengan benar, kan kasihan mereka harus repot cari satu per satu.

Iya, kita sendiri sudah merasa direpotkan. Tapi kalau harus balas-membalas ngeribetin orang, kapan mau majunya? Be the bigger person. Bantu sebisa kita.

2. Early bird gets the worm

Datang pagi dengan bekal rasa sabar dan ikhlas.

Tidak suka dengan pelayanan yang lambat, bertele-tele, informasi tidak jelas, atau bahkan diminta uang pelicin? Tidak perlu buat keributan. Laporkan saja ke kontak-kontak pengaduan yang mereka sendiri pajang di area pelayanan. Bila perlu, scale up laporan ke pusat. Asalkan laporan kita memang jelas dan bukan tuduhan ya...

3. Knowledge is power

Rajin mencari tahu informasi di media cetak terlebih dahulu, baru bertanya.

Setiap institusi penyelenggara layanan sudah diwajibkan untuk menyajikan informasi mengenai pelayanan mereka, mulai dari waktu pelayanan, syarat, sampai ke kontak untuk pengaduan dan saran. Bentuk informasi ini ada yang berupa poster, kertas biasa ditempelkan ke dinding, media elektronik di ruang pelayanan, banner, dan sebagainya. Aktiflah mencari informasi. Kalau masih belum jelas, baru bertanya.

Kenapa saya menyarankan seperti ini, karena saya pernah berada di posisi pihak yang selalu dihadapkan dengan pertanyaan berulang. Padahal informasi resminya sudah terpampang nyata. Hal ini bisa menyebabkan petugas lama-kelamaan menjadi kesal sehingga tidak dapat memberikan pelayanan dengan maksimal. Seperti poin sebelumnya: saling bantu, yuk!

*

Nampaknya bukan cuma proses administrasi, tapi juga keluh-kesah saya pun sudah tertuang di sini.

Turut berdukacita, jika kamu sedang mengurus Akta Kematian untuk seseorang yang dekat dengan kamu. I pray God grant you strength and patience. Semoga tulisan ini bisa membantu.

Stay safe, stay sane.

*

Photo by elCarito on Unsplash

You Might Also Like

0 komentar

Thank you for spending your time here. Constructive criticism, question, occasional compliment, or a casual hello are highly appreciated.